Sabtu, 31 Juli 2010

Permintaan Istimewa


            Rabi’ah bin Ka’ab adalah seorang sahabat yang masuk Islam sejak usianya masih muda. Dia beriman kepada Allah dan RasulNya dan selalu berupaya agar bisa banyak beramal shalih. Tetapi, Rabi’ah sendiri adalah pemuda miskin. Ia tidak memiliki harta benda yang bisa disedekahkan. Bahkan, karena tak memiliki rumah Rabi’ah pun hanya bisa tidur di pelataran masjid. Pelataran masjid di Madinah memang biasa dihuni oleh kaum miskin yang tidak mempunyai tempat tinggal. Sesekali para musafir yang tengah singgah di Madinah pun tidur di pelataran masjid ini. Namun lebih sering kaum miskin saja yang menghabiskan malam demi malam di sana, seperti Rabi’ah. Meski demikian, Rabi’ah tidak pernah mengeluhkan kemiskinanya. Dia tetap berusaha keras berusaha keras bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari sambil selalu berpikir, amal shalih apa lagi yang bisa dibaktikannnya kepada Islam.
            Pada suatu hari Rabi’ah berpikir, “Kenapa aku tidak berusaha berkhidmat menjadi pelayan Rasulullah saw dalam berbagai kesempatan. Jika beliau menyukai ide ini pastilah diriku akan menjadi orang yang berbahagia berada di samping beliau dalam mencintainya dan semoga saja aku bisa memperoleh keuntungan di dunia dan akhirat dengan berkhidmat kepada Rasulullah saw. Ah, baiklah, aku akan mencobanya…”
            Setelah beberapa waktu keinginan Rabi’ah itu menjadi sebuah tekad yang bulat. Maka, dengan hati berdebar-debar, pada suatu hari Rabi’ah mendatangi Rasulullah saw dan menyampaikan keinginannya untuk menjadi pelayan Rasulullah. Tak disangkanya, ternyata Rasulullah berkenan menerima permohonan Rabi’ah. Maka, sejak hari itu Rabi’ah pun selalu berada didekat Rasulullah saw, siap mendampingi dan menjadi pelayan sang Nabi. Bila Nabi saw mebutuhkan sesuatu, maka Rabi’ah pun sigap melayaninya. Rabi’ah baru meninggalkan Rasulullah saat hari menjelang malam untuk beristirahat. Kemudian, karena Rabi’ah tinggal di pelataran masjid, yang bersebelahan dengan rumah Rasulullah, maka Rabi’ah seringkali ikut pula bangun di larut malam untuk menikmati bacaan Qur’an saat Nabi menunaikan shalat malam. Maka, hari demi hari Rabi’ah merasa semakin bahagia, karena menikmati kebersamaan bersama Rasulullah.
            Setelah beberapa waktu, Nabi pun memanggil Rabi’ah untuk memberi balasan kebaikan. Ya, sebab sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw, jika seorang berbuat baik kepadanya, beliau suka bila dapat membalasnya dengan balasan yang paling baik. “ Wahai Rabi’ah bin Ka’ab, kemarilah sebutlah satu permintaan, nanti akan kupenuhi.” kata Nabi Saw. Rabi’ah terdiam mendengar perkataan Nabi. Sungguh, Rabi’ah belum tahu akan menjawab apa, karena selama ini sesungguhnya dia berkhidmat melayani Rasul tanpa mengharap imbalan apa-apa kecuali berharap dirinya akan memperoleh keridhoan Allah swt.          

ISRA' MI'RAJ


HAAAA CAPEK BANGET !!!
Tapi capek ini terbayar dengan hasil yang MEMUASKAN. Ya MEMUASKAN ! Kenapa ?
Karena acara yang aku selenggarain pertama kali bersama teman-teman ROHIS SMAN 49 angkatan 2010-2011 SUKSES ! ALHAMDULILLAH !!!
Semoga begitu juga untuk acara-acara selanjutnya. Amin....

Jumat, 23 Juli 2010

Siapa tak ingin menjadi baru
Aku pun ingin menjadi baru
Yang dapat menggapai titik maksimal kekuatan diri
Menjadi baru menjadi lebih berarti
Menjelma menjadi sosok berharga
Yang tahu bagaimana harus memilih
Dan berdiri sendiri
Bisakah aku hidup tanpa beban ?
Dapatkah aku bersinar terang ?
Layaknya dewi penghuni pesona
Selalu ditunggu, tak pernah menunggu
Mimpiku menjdi baru
Tak segan meninggalkan segala keburukan
Menyelami kepribadian diri
Mengenal diri sampai titik terendah
Menjadi baru dan terlahir kembali
Butuh proses serta membongkar pasang
Membangun kembali diri lewat daya upaya
Aku pasti bisa menjadi baru

*Dikutip dari buku “The Real Us” from Gisantia Bestari
Tuhan, aku yakin tahu
Rasanya sakit hati
Kalau sayang padaku
Mengapa Ia berikan padaku ?
Kenyataan yang menyakitkan
Membuat mata tak ingin kubuka
Aku tak ingat yang mengajariku berbagi
Nyatanya dunia tak adil
Jika tak pernah dihargai
Hidup tak ada artinya lagi
Jika telah mengerti sakit hati
Mengapa aku bertahan seperti ini ?
Tangisan yang kutahan
Ronta diri yang kusembunyikan
Semata hanyalah
Karena tak mau kubagi
Kalau tak ada yang bisa dipercaya
Isak hati hanya aku yang terima
Kalau tak ada yang peduli lagi
Biar kusimpan sendiri, biar kurugi sendiri
Mengapa Adam yang dicipta
Dengan indah sedemikian rupa
Mudah tersandung oleh pengkhianatan
Dan tidak jatuh ke tangan yang tulus ?


*Dikutip dari buku “The Real Us” from Gisantia Bestari
Aku juga telah berharap
Namun aku tak ingin menjadi pengecut
Yang selalu berlari dan tak ingin kembali

Jadi apa yang harus kulakukan ?
Lewat cara yang sebisaku saja
Kumencoba meraihnya

Mengapa aku harus terkulai secepat ini ?
Sampai di sinikah pengharapanku ?

Hati teriris-iris
Seakan tak ada peluang lagi
Telah coba kuatkan tekadku
Kini keyakinan yang baru kubangun, goyah lagi

Aku sedih, aku kecewa
Aku merasa galau dan ingin mencerna kembali
Apa yang dipikirku, perasaanku

Kunamai apa yang kulihat selama ini ?
Aku juga ingin lupa
Namun tak bisa jika dipaksa
Jadilah aku tertekan sendiri
Dengan diri tersudut, merana, dan kesepian

Aku juga ingin keluar
Dari lubang yang terus mencengkeramku
Saat kudengar sesuatu yang membuat hati bergejolak
Aku merintih, aku tersakiti

*Dikutip dari buku “ The Real Us “ from Gisantia Bestari